Oleh Kombes Pol (P) Drs. H. Jhon Hendri, S.H., M.H.
Pelindung dan Editor Senior Bharindo
Mengupas Makna dan Pedoman Praktik I’tikaf (Bagian 2)
Penulis kitab Maraqil Falah mengatakan, “Apabila i’tikaf dikerjakan dengan niat yang ikhlas, maka itu adalah ibadah yang paling utama. Keistimewaan-keistimewaannya tidak terbatas yaitu membersihkan hati dari kecintaan dan ketergantungan kepada dunia dan seisinya, menyerahkan jiwa kepada Allah SWT dan bersimpuh di hadapan Allah SWT.
Bagian Pertama: Mengarungi Lautan Cinta dan Pemasrahan Diri di Dalam Masjid
Juga semasa beri’tikaf ia selalu sibuk dalam beribadah yang seluruh pekerjaannya, tidurnya, bangunnya dianggap sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Dalam sebuah hadist qudsi diterangkan, “Barangsiapa mendekati-Ku sejengkal, maka Aku mendekatinya sehasta dan barangsiapa mendekati-Ku dengan berjalan, maka Aku mendekatinya denganberlari.”
Dengan beri’tikaf juga berarti seseorang tinggal di rumah Allah SWT. Yang Maha Pemurah dan Dzat Yang Maha Pemurah senantiasa memuliakan orang-orang yang mendatangi-Nya. Begitu juga dia berada dalam benteng penjagaan Allah SWT sehingga tidak ada gangguan musuh yang akan mengenainya.
Masih banyak lagi keutamaan-keutamaan dan keistimewaan-keistimewaan ibadah yang sangat penting ini.
I’tikaf berasal dari bahasa Arab akafa yang berarti menetap, mengurung diri atau terhalangi. Pengertiannya dalam konteks ibadah dalam Islam adalah berdiam diri di dalam masjid dalam rangka untuk mencari keridhaan Allah SWT dan bermuhasabah atas perbuatan-perbuatannya. Orang yang sedang beri’tikaf disebut juga mutakif.
I’tikaf yang disyariatkan ada dua macam yaitu i’tikaf sunat dan wajib. I’tikaf sunat adalah i’tikaf yang dilakukan secara sukarela semata-mata untuk mendekatkan diri dan mengharapkan ridha Allah SWT seperti i’tikaf 10 hari terakhir pada bulan Ramadan.
Adapun i’tikaf wajib adalah i’tikaf yang dikarenakan bernazar (janji), seperti: “Kalau Allah SWT menyembuhkan penyakitku ini, maka aku akan beri’tikaf”.
Syarat-syarat i’tikaf. Orang yang beri’tikaf harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1. muslim, 2. niat, 3. baligh/berakal, 4. suci dari junub, haid, dan nifas, 5. dilakukan di dalam masjid.
Oleh karena itu i’tikaf tidak sah bagi orang yang bukan muslim, anak-anak yang belum dewasa, orang yang terganggu kewarasannya, orang yang dalam keadaan junub, dan wanita dalam masa haid dan nifas. (*)