Wartawan Tim Bharindo
Regional Sumsel, Bharindojabar.com – Langkah yang ditempuh beberapa perwakilan masyarakat desa Betung Timur, Campang Tiga Ulu, Mulya Jaya, Linang Jaya dan Tinggal Jaya untuk beraudiensi dengan pihak Kepolisian Daerah Sumatera Selatan dalam rangka berkonsultasi terhadap perkara dugaan penyerobotan lahan oleh PT. Laju Perdana Indah dan masuknya kawasan desa kedalam area HGU bertempat di gedung POLDA Sumsel pada hari Senin 13 Maret 2023.
Perwakilan masyarakat desa yang diterima oleh Wadir Ditreskrimum, AKBP Tulus Sinaga SIK, MH beserta jajaran melakukan diskusi terkait sampaian masyarakat dan pihak kepolisian daerah juga sangat menghargai beberapa fakta-fakta terkait penerbitan HGU PT. Laju Perdana Indah yang di duga cacat aturan.
Beberapa perwakilan masyarakat yang juga merupakan pengurus Serikat Tani dan Nelayan (STN) dari Desa Campang Tiga Ulu, Betung Timur dan Mulya Jaya menyampaikan perihal sengketa lahan masyarakat dengan PT. Laju Perdana Indah.
“Kondisi lahan pertanian masyarakat Desa Betung Timur seluas ± 370 Ha yang dianggap masuk kedalam HGU PT.LPI kami minta untuk bisa di putihkan karena sampai saat ini lahan tersebut masih di kelola, dikuasai dan dipergunakan oleh masyarakat desa Betung Timur, dan lahan lahan masyarakat itu juga merupakan wilayah Desa Betung Timur,” ujar Danial perwakilan masyarakat Desa Betung Timur.
Jangankan mengembalikan lahan masyarakat, justru pihak perusahan LPI melakukan pembuatan kanal kanal di lahan masyarakat tanpa ganti rugi, dan kanal yang cukup lebar ini membuat ternak kami banyak mati serta menyusahkan masyarakat untuk berkebun, tambah Danial dengan sedih.
Penyerobotan lahan tanpa proses ganti rugi yang dilakukan PT.Laju Perdana Indah terhadap masyarakat juga disampaikan oleh perwakilan Desa Campang Tiga Ulu dan Desa Mulya Jaya, yakni Nurdin yang menjelaskan pada 20 April 2018, dari hasil berita acara rapat Tim Terpadu Penyelesaian Sengketa Lahan Masyarakat Campang Tiga Ulu dengan PT. Laju Perdana Indah yang dibentuk berdasarkan SK Bupati OKU Timur No.02 Tahun 2018, diambil kesimpulan bahwa pihak PT. LPI belum dapat memberikan data pembebasan/ganti rugi lahan seluas 322 Ha di ataran sungai dua, papar Nurdin.
“Perjuangan masyarakat Desa Campang Tiga Ulu bersama STN terakhir bulan Agustus 2020 berita acara rapat fasilitasi pemerintah provinsi sumsel, dikarenakan pihak PT.LPI tidak mampu menunjukan bukti ganti rugi lahan di antaran sungai dua tersebut, akhirnya ditempuh dengan jalan musyawarah mufakat dan masyarakat Campang Tiga Ulu bersama PT.LPI sepakat untuk berbicara dana kerohiman yang besarannya akan dibicarakan kedua belah pihak dan PT.LPI akan memberikan laporan tertulisnya kepada Gubernur Sumater Selatan. Tapi sampai saat ini belum ada keinginan pihak LPI untuk bermusyawarah dengan masyarakat Campang Tiga Ulu dalam menentukan besaran kerohimman, padahal surat dari Sekda Provinsi Sumsel sudah tiga kali dikirimkan, sepertinya PT.LPI ini tidak menghormati pemerintah yang ada”, tegas nya.
Hal yang sama juga disampaikan oleh masyarakat Desa Mulya Jaya I Wayan Kariyana yang mengatakan jika tahun 2012 lalu dirinya pernah menghadap Irsa Winadi selaku manager PT.LPI dengan point utama agar PT.LPI menghentikan pengusuran lahan masyarakat, karena apabila tidak maka akan berhadapan dengan masyarakat yang saya pimpin.
“Waktu itu saya sempat di datangi oleh pam swakarsa yang bertanya apakah benar saya akan membantu masyarakat, saya jelaskan benar saya akan membantu masyarakat. Memang dari ± 1700 Ha lahan masyarakat Desa Mulya Jaya yang memiliki SPPH itu belum lah banyak dikarenakan pembiayaan yang tidak ada, tapi penguasaan dan penggunaan lahan yang dilakukan masyarakat secara turun temurun sudah terjadi sebelum dilakukan penggusuran lahan oleh LPI ini, dan penggusuran lahan tersebut dilakukannya tanpa ada pembayaraan ganti rugi”, tutup I Wayan.
(Red)