Hidup Nestapa di Gubug Reyot, Dayat Bertahan Tanpa Bantuan dari Pemerintah

oleh -
oleh
Ruangan sempit tanpa penyekat di gubug reyot yang ditempati keluarga Dayat Suryana di Kampung Babakan RT 01 RW 09 Desa Kertaraharja, Kecamatan Cikembar, Kabupaten Sukabumi.
banner 720x90
Dayat Suryana mengharapkan datangnya bantuan dari pemerintah atau organisasi sosial.

Wartawan Dudi Surahman

SUKABUMI, bharindojabar.com. –  Rumah yang ditempati Dayat Suryana (43) di Kampung Babakan RT 01 RW 09 Desa Kertaraharja, Kecamatan Cikembar, Kabupaten Sukabumi sebenarnya tidak layak sebagai tempat tinggal.

banner 720x90

Ruangannya sempit, tidak ada penyekat antara tempat tidur dan dapur. Sebenarnya bukan rumah, melainkan lebih pas disebut gubuk reyot. Ukurannya cuma sekitar 3 x 3 meterpersegi.

“Saya sudah 12 tahun tinggal di tempat ini. Rumahnya memang milik saya, tapi tanahnya kepunyaan orang lain,” kata Dayat ketika ditemui Tim Bharindo, Selasa (5/10/2021).

Tanah yang ditempati gubug reyot itu adalah milik seorang warga yang sering mempekerjakannya sebagai buruh penyabit rumput. Lahan itu tidak disewa karena pemiliknya memahami keadaan Dayat. Dari kegiatan sabit rumput itu, Dayat bisa mengantungi penghasilan sekitar Rp200 ribu perbulan. Dia juga bekerja sebagai tukang bersih-bersih kebun dan kerja serabutan lainnya.

“Sekarang saya sedang bingung karena mendengar pemilik tanah akan membuat bangunan di atas tanah yang saya tempati. Saya harus tinggal di mana kalau nanti tempat ini benar-benar jadi dibangun? Kalau harus mengontrak rumah itu tidak mungkin karena saya tidak sanggup membayar uang sewanya,” ujar Dayat.  

Di gubug reyot itu Dayat tinggal bersama istri dan 2 orang anaknya. Empat orang semuanya. Setiap hari mereka berdesak-desakan di ruangan yang sempit itu. Tapi mau apa lagi, itulah satu-satunya tempat tinggal bagi keluarga Dayat.

banner 720x90

Karena tanahnya bukan milik pribadi, Dayat mengalami kesulitan untuk mendapatkan bantuan renovasi rumah tidak layak huni (RTLH) dari pemerintah. Rumahnya itu sudah beberapa kali difoto oleh para petugas. Namun bantuan renovasi RTLH tak kunjung datang. Untuk mendapatkan bantuan renovasi RTLH, tanah itu harus dimiliki oleh Dayat.  

Dalam kondisi yang merana dan nestapa, Dayat dan keluarganya tidak mendapatkan perhatian dari pemerintah. Dia tidak menerima bantuan sosial, baik dari program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) maupun Program Keluarga Harapan (PKH). Selama ini dia pernah dua kali mendapat bantuan dari pemerintah yakni pada awal-awal wabah Virus Corona. Setelah itu dia tidak terdaftar sebagai penerima bantuan sosial dari pemerintah.

“Sebenarnya bantuan dari pemerintah itu sangat membantu kehidupan keluarga kami. Tapi sekarang tidak ada lagi bantuan untuk keluarga kami dari pemerintah,” ungkapnya.

Dayat mengharapkan pemerintah memperhatikan keadaan keluarganya. Kalau tidak dari pemerintah, bisa juga ada bantuan dari para dermawan atau organisasi sosial yang kegiatannya menyalurkan bantuan atau santunan bagi warga kurang mampu.

Karena keadaan, Dayat juga harus merelakan anaknya berjalan kaki ke sekolah dengan jarak yang cukup jauh. Untunglah tidak ada SPP atau sejenisnya, tapi Dayat tetap harus membeli baju seragam, sepatu, pakaian olahraga, tas, buku, alat tulis, dan barang untuk keperluan belajar anak-anaknya. Pengeluaran itu sangat membebani ekonomi keluarganya. hidupnya.

Di sekolah juga, anak-anaknya tidak mendapat bantuan beasiswa untuk warga kurang mampu seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP). (*)

No More Posts Available.

No more pages to load.